Minggu, 05 Juni 2011

Perpres Gedung Negara Segera Terbit

Bisnis Indonesia. Bisnis.com.
Published On: 02 June 2011
 
JAKARTA: Pemerintah telah menyelesaikan Peraturan Presiden tentang pembangunan dan pemanfaatan gedung negara yang akan segera disahkan dalam waktu dekat guna melengkapi Peraturan Menteri yang telah ada.

Seperti diketahui, selama ini semua pembangunan gedung yang menggunakan dana APBN harus mengikuti standar sesuai dengan Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.

Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budiyuwono mengatakan tidak ada hal yang baru dalam Perpres tersebut terkait teknis pembangunan gedung negara. Hanya saja poin pentingnya seluruh gedung negara yang menggunakan dana APBD harus mengikuti standar peraturan yang berlaku.

“Selama ini Permen yang ada seolah tidak menjangkau gedung yang dibangun dengan dana APBD. Namun dalam Perpres ini semua gedung Negara yang dibangun dengan dana APBN atau APBD harus mengikuti standar perhitungan yang telah ada,” ujar Budi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dengan dikeluarkannya Perpres tersebut, Budi berharap seluruh pembangunan gedung lebih efisien sebab seluruh ruang kerja pejabat Negara diatur sesuai standar mulai dari luas, biaya pembangunan dan fasilitas perlengkapan.

Standar tersebut, tambahnya akan sama di seluruh daerah meski dana APBD yang dimiliki masing-masing daerah berbeda satu dan lainnya.

“Rata-rata luas ruang kerja 10m2, tergantung pejabat apa. Kita harap melalui Perpres ini tidak ada lagi gedung-gedung pejabat Negara di berbagai daerah maupun di kota yang mewah, dan megah karena sudah ada aturan standarnya.”

Menurutnya, Perpres disusun karena banyaknya daerah yang menghabiskan dana APBD untuk membangun gedung mewah bagi pejabat tanpa memperhitungkan asas manfaat padahal kesejahteraan rakyat di daerah tersebut terabaikan karena kurangnya dana.

Selain di daerah, banyak pula gedung-gedung pemerintahan yang dianggap terlalu mewah tanpa memperhitungkan standar luas bangunan sesuai Permen PU salah satunya gedung baru DPR RI yang semula direncanakan 36 lantai dengan dana Rp 1,1 triliun turun menjadi Rp777 miliar dengan tinggi gedung 26 lantai.

Sementara itu, terkait evalusi pembangunan gedung baru DPR, Pakar Perumahan dan Pemukiman ITB Jehansyah Siregar mengatakan bahwa Kementerian PU tidak memiliki kewenangan menentukan program kebutuhan ruang dan fasilitas gedung baru DPR.

“Sebaliknya DPR jangan menjadikan Kemen PU sebagai tameng justifikasi. Pengurangan ruang yang besar namun penurunan anggaran yang kecil masih menyisakan pertanyaan,” katanya.

Oleh karena itulah, dia berharap Bappenas mengadakan sayembara dalam dua tahapan. Pertama sayembara konsep dan program ruang gedung baru. Kedua sayembara desain dan estimasi biaya berdasarkan konsep dan program ruang dari pemenang.(faa)

http://www.bisnis.com/infrastruktur/properti/25800-perpres-gedung-negara-segera-terbit

 
Jehan:
Standar ruang dan teknis bangunan memang ditetapkan PU, namun konsep bangunan dan program kebutuhan ruang ditentukan OWNER. Nah, owner nya memang DPR... tapi masalah Gedung Baru DPR ini sudah merebak ke Owner nya Owner alias rakyat luas. Jadi yang paling tepat adalah dengan sayembara. Nanti standar-standar teknis dari PU ttg gedung negara tetap perlu jadi acuan.

Mengatasi Permasalahan Lingkungan Hidup Perlu Reformasi Birokrasi

Kamis, 30-09-2010 12:09:25 wib
Laporan Reporter Jak tv : Naura Mustika, Attaris Mauldin

JAKARTA - Pengamat Tata Ruang Institut Teknologi Bandung, Jehansyah Siregar menyatakan, perbaikan kondisi lingkungan hidup di Jakarta tidak bisa hanya dengan melakukan penataan fisik saja, namun juga diperlukan perombakan birokrasi, sehingga kebijakan yang menyangkut lingkungan hidup bisa tepat sasaran.
Jehansyah menyatakan, perlu orang – orang yang kompeten untuk mengatasi permasalah lingkungan hidup di Jakarta. Mengingat penataan lingkungan hidup di Jakarta membutuhkan komitment yang kuat, bukan sekedar janji, namun setelah merasa tidak bisa merealisasikan justru melimpahkan ke pemerintah pusat.
Kondisi ini menurut Jehansyah justru akan menimbulkan kecemburuan sosial di beberapa daerah Indonesia. Oleh karena itu reformasi birokrasi sangat diperlukan.
Jehansyah menambahkan, kondisi ruang terbuka Jakarta pun sudah tidak bisa diharapkan. Mengingat setiap daerah idealnya menyediakan setidaknya 30% ruang terbuka dari total luas wilayah, namun di Jakarta ruang terbuka hanya tersisa 6% saja.


http://www.jak-tv.com/index.php?modul=detailnews&catID=25&key=2181